Rasanya hidup ini tak adil. Kenapa di antara sekian banyak anak, aku harus menerima kenyataan bahwa aku tak memiliki seorang ibu ? aku tak pernah tau siapa ibuku. Ayahku selalu bilang bahwa ibuku seorang wanita yang cantik dan baik. Tetapi jika ibuku seorang wanita yang baik mengapa beliau tak ingin menemuiku ? Ah, hidup ku hanya cerita yang menyebalkan.
Hari ini cuaca yang cerah. Bintang
berkelap-kelip menghiasi kelamnya langit malam. Bulan sabitpun memperlihatkan
keanggunannya. Dinginnya angin malam menembus menerpa wajahku. Aku berdiri di
balkon kamarku di lantai 2. Mataku tak henti-hentinya menatap jalan yang berada
di depan rumahku, malam semakin larut. Namun, ayahku belum juga pulang. Kemana
kah dirimu ayah ? batinku bersuara.
Menjelang tengah malam, sebuah mobil
sedan tua yang berlumur warna yang mulai pudar memasuki halaman rumah. Aku pun
menghelakan nafas lega akan kehadirannya. Aku bergegas turun dan menyambut
ayahku. Kuperhatikan wajahnya yang sangat letih. Tekanan batin terhadap
sulitnya ekonomi, membuatnya terlihat lebih tua dari usianya yang baru
menginjak usia 40 tahun. Masih muda kan ? hhe. Padahal usiaku baru 21 tahun.
“Too-san, kemana saja? Kok baru
pulang?”Tanyaku dengan tatapan menyelidik. Tetapi ayahku hanya tersenyum tipis.
“ini sudah malam kau belum
tidur?”tanyanya padaku
Aku menatapnya tajam”Too-san
belum menjawab pertanyaanku.”
Ia menghela nafas”hari ini Too-san
di pecat, Too-san mencari pekerjaan baru, hingga larut malam.”
“tapi tak harus hingga larut malam?.”protesku
dengan wajah cemas
“sudahlah, kau jangan mengkhawatirkan Too-san,
nanami.”
Aku pun terdiam. ayahku memang keras
kepala ah, biarlah. Aku tahu, ia rela melakukan semua itu untuk membahagiakan
ku untuk tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu. Dan ayahku lah yang
menggantikannya .
“nah, tidurlah. Besok, Kau harus
kuliah kan? Oyasumi, nanami.”ujar ayahku lembut.
“Oyasumi, Too-san.”
Aku beruntung bisa melanjutkan kuliah
di Toudai tanpa mengeluarkan biaya sedikit pun bisa terbilang sama
dengan beasiswa. Berkat beasiswa itu, aku bisa sedikit mengurangi beban ayahku.
Ketika di Toudai pun, aku mempertahankan
beasiswaku. Aku pun disegani karena kepandaianku. Namun, aku berusaha agar
tidak menarik perhatian orang lain. Bisa panjang ceritanya jika mereka
mempertanyakan tentang ibuku.
Sepulang kuliah, aku bekerja di
restaurant pizza. Aku bertugas mengantarkan pesanan pizza ke pelanggan. Dan hal
ini aku sembunyikan dari ayahku. Jika ayahku tau , dia pasti akan melarangku.
Sebisa mungkin aku tak meminta sepeser uang darinya. Jika kuingin sesuatu aku
bisa memakai uangku sendiri. Tanpa harus menyusahkan beliau. Yeah, hidupku
memang sulit, tapi itu sangat indah bagiku.
Siang ini seperti biasa aku
mengantarkan pizza hangat ke rumah pelanggan yang ada di jantung kota Tokyo.
Kebetulan hari ini kuliahku libur, jadi aku bisa bekerja seharian.
Ku kayuh sepedaku dengan semangat. Aku
menggunakan topi sebagai pelindungku dari panasnya matahari. Jaket dan celana
panjang melindungi kulit ku dari panasnya matahari.
Sampailah aku di rumah pelanggan yang
kutuju. Rumah yang begitu mewah dengan dominasi cat warna biru laut. Pagarnya
sangat tinggi, ku tekan bel yang berada di samping pagar tersebut. Pagar itu
kemudian terbuka, ternyata seseorang membukannya. Ternyata seorang wanita paruh
baya.
“Konnichiwa, saya ingin
mengantarkan pesanan pizza ini ke keluarga yasukawa.”ujarku ramah. Kemudian,
beliau menyuruhku masuk,
Aku menuruti perintahnya dan menunggu
di depan rumah. Tanpa menunggu lama, pintu rumah itu terbuka. Dari balik pintu
itu keluarlah wanita cantik, aku hanya mematung. Wanita itu memiliki bola mata
bertabur warna cokelat tua dan rambut bergelombang dengan warna yang sama. Aku
merasa seperti bercermin. Wanita tersebut mirip sekali denganku, hanya
warna bola matanya saja yang berbeda.
Mataku sipit dan hitam, seperti ayahku. Selebihnya mirip dengan nyonya Yasukawa
itu.
“Ini pizza pesanan anda,
Yasukawa-sama,”ujarku dengan suara tercekat.
Wanita itu menatapku tanpa berkedip.
Sekujur tubuhku membeku. Siapa wanita itu sebenarnya?
“Nanami…kaukah itu?”Tanya wanita itu
pelan.
“Kaa-san…”ujarku tanpa sadar.
“Ternyata kau sudah dewasa,
Nanami,”ujarnya lirih.
Apa benar dia ibuku? Jika iya pasti
mimpi.
“Apa…apakah kau ibuku?”tanyaku dengan
mata berkaca-kaca.
Wanita itu tersenyum. “Tanyakan saja
pada ayahmu,”jawabnya lembut.
Aku kembali terdiam. Ayahku? Dia kenal
ayahku?
“Ternyata dia berhasil merawatmu
hingga kau bisa tumbuh menjadi gadis secantik ini. Bagaimana kabarnya
sekarang?”
“Enggg…Too-san baik-baik saja.
Hanya saja dia sering kelelahan.”Jawabku.
Wanita itu mengusap kepalaku yang
tertutup topi.”Ayahmu sudah membesarkanmu dengan baik. Aku titip ayahmu. Jaga
dia, karena dia adalah ayah terbaik untukmu.
Aku hanya tersenyum. Kuserahkan pizza
pesanannya. Ia membayar lebih, katanya untuk tambahan uang sakuku. Setelah
mengucapkan terima kasih, aku bergegas pergi dari rumah itu.
Malam ini, aku harus tau siapa wanita
itu sebenarnya.
Aku menunggu kedatangan ayahku di
ruang tamu sambil mengerjakan tugas kuliah.
“Tadaima.” Ujar ayahku saat
memasuki rumah.
Aku menoleh. Aku pun berdiri dan
menyambutnya. “Okaeri.”
Dengan sigap aku menyiapkan secangkir ocha
panas untuknya. Setelah jadi, aku menyerahkannya kepada ayahku yang sedang
duduk di ruang keluarga. Aku duduk di sampingnya.
“Arigatou,
Nanami.” Ujar ayahku.
Aku hanya
tersenyum tipis.
“Too-san,
aku boleh nanya?” tanyaku ragu-ragu.
“Tanya apa?”
Tanya ayahku sambil menatapku bingung.
“Too-san
kenal dengan nyonya Yasukawa?”tanyaku pelan.
Ayahku langsung
tersedak. Ia menatap lurus ke arah mataku. Aku menunduk, menghindari tatapan
matanya.
“Kenapa kau bisa
bertemu dengannya?”Tanya ayah bingung.
“Jawab dulu
pertanyaanku.”jawabku tegas.
“Iya.”jawab
ayahku mengalah.
“Dia siapanya, Too-san?”
“Dia
itu….emmm…”Ayahku tampak kehabisan kata-kata.
“Apa dia
ibuku?”tanyaku pelan.
Ayahku menghela
nafas berat.”Iya, Nanami. Kau benar sekali. Kau benar.”
Air mataku
menetes tanpa bisa kucegah. “Tapi kenapa ia tidak tinggal bersama kita?”
Wajah ayah tampak
sendu.”Ceritanya panjang, Nanami.”
Hari ini aku kembali ke rumah
Yasukawa. Tapi aku tidak sendiri. Aku bersama ayahku.
Semalam ayahku menceritakan semuanya
padaku. Rasa penasaranku pun lenyap. Namun malam itu ayahku menangis tanpa
suara dan aku tidak bisa memejamkan mataku, insomnia.
Mau tau ceritanya? Baiklah, akan
kuceritakan kepada kalian semua. Agar kalian mengerti perasaanku malam itu.
Agar kalian mengerti penderitaan ayahku, Agar kalian tak mengulang kesalahan
yang sama yang pernah dilakukan ayahku. Agar kalian tak merasakan penyesalan
tak berujung yang selalu dirasakan ayahku. Agar kalian mengerti, hidup ini tak
semudah yang kalian bayangkan.
Dulu ayahku dan wanita itu adalah
sepasang kekasih. Mereka saling mencintai. Namun sayangnya, orang tua wanita
itu tak merestui hubungan mereka. Wanita itu telah dijodohkan dengan laki-laki
lain.
Ayahku frustasi. Ia kehilangan akal
sehatnya. Ia mengajak wanita itu lari dan mereka pun melakukan hubungan di luar
nikah. Sayangnya, dewi fortuna tak berpihak pada mereka. Wanita itu hamil.
9 bulan kemudian, aku lahir. Wanita
itu menyerahkanku yang baru berusia 3 hari pada ayahku dan mengatakan hubungan
mereka telah berakhir. Wanita itu tak mau merawatku. Ia lebih memilih untuk
menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya.
Ayahku sangat terpukul. Ia membawaku
pulang dengan hati terluka. Ternyata penderitaannya bukan hanya sampai situ
saja. Orang tua ayahku mencacinya dan mengusirnya dari rumah tanpa memberikan
uang sepeser pun. Ayahku telah dibuang oleh orang tuanya.
Ayahku pun mencoba ke rumah kakeknya.
Ternyata kakeknya mau menerimanya. Namun, 2 tahun kemudian, kakeknya meninggal.
Kakek buyutku itu meninggalkan harta berupa rumah yang kini kami tempati dan
sebuah sedan tua yang selalu dipakai ayahku.
Sejak saat itu, ayahku berjuang
sendirian untung membesarkanku. Ia tak mau menikah lagi. Ia masih mencintai
wanita yang bahkan namanya tak mau kusebut. Setelah tahu cerita lengkapnya,
sekejap saja hatiku langsung membenci wanita itu. Wanita yang tega membiarkan
ayahku menderita.
Hari ini wanita itulah yang membuka
pintu. Matanya membulat saat melihat sosok ayahku.
“Airi.”panggil ayahku lemah.”Gomenasai,
Nanami tau semuanya.”
Wanita itu tersenyum pahit.”Tak apa.
Ia memang harus mengetahuinya.”
Saat melihat senyum itu, perlahan
kebencianku meluntur. Air mataku mengalir. Aku langsung memeluknya.
“Kaa-san, aku menyayangimu.”bisikku
lirih.
“Aku juga menyayangimu, nanami.”balas
wanita itu lembut.
Hari itu juga aku memutuskan. Biarlah takdir yang kejam ini
menimpaku. Hidup harus terus berlanjut, apapun yang terjadi. Dan aku berjanji,
aku takkan mengulang kesalahan orang tuaku.
OWARI
Too-san = ayah
Oyasumi =
selamat tidur
Tokyo Daigaku
= Universitas Tokyo
Kaa-san =
ibu
Tadaima =
aku kembali
Okaeri =
selamat kembali
Ocha = teh
hijau khas Jepang
Gomenasai =
maafkan aku
By Restika Citra Rahmawati
Suatu hari di PPMI Assalaam, Pabelan,
Sukoharjo
No comments:
Post a Comment