Tuesday, February 5, 2013

SAISEKI



Rasanya hidup  ini tak adil. Kenapa di antara sekian banyak anak, aku harus menerima kenyataan bahwa aku tak memiliki seorang ibu ? aku tak pernah tau siapa ibuku. Ayahku selalu bilang bahwa ibuku seorang wanita yang cantik dan baik. Tetapi jika ibuku seorang wanita yang baik mengapa beliau tak ingin menemuiku ? Ah, hidup ku hanya cerita yang menyebalkan.
Hari ini cuaca yang cerah. Bintang berkelap-kelip menghiasi kelamnya langit malam. Bulan sabitpun memperlihatkan keanggunannya. Dinginnya angin malam menembus menerpa wajahku. Aku berdiri di balkon kamarku di lantai 2. Mataku tak henti-hentinya menatap jalan yang berada di depan rumahku, malam semakin larut. Namun, ayahku belum juga pulang. Kemana kah dirimu ayah ? batinku bersuara.
Menjelang tengah malam, sebuah mobil sedan tua yang berlumur warna yang mulai pudar memasuki halaman rumah. Aku pun menghelakan nafas lega akan kehadirannya. Aku bergegas turun dan menyambut ayahku. Kuperhatikan wajahnya yang sangat letih. Tekanan batin terhadap sulitnya ekonomi, membuatnya terlihat lebih tua dari usianya yang baru menginjak usia 40 tahun. Masih muda kan ? hhe. Padahal usiaku baru 21 tahun.
Too-san, kemana saja? Kok baru pulang?”Tanyaku dengan tatapan menyelidik. Tetapi ayahku hanya tersenyum tipis.
“ini sudah malam kau belum tidur?”tanyanya padaku
Aku menatapnya tajam”Too-san belum menjawab pertanyaanku.”
Ia menghela nafas”hari ini Too-san di pecat, Too-san mencari pekerjaan baru, hingga larut malam.”
“tapi tak harus hingga larut malam?.”protesku dengan wajah cemas
“sudahlah, kau jangan mengkhawatirkan Too-san, nanami.”
Aku pun terdiam. ayahku memang keras kepala ah, biarlah. Aku tahu, ia rela melakukan semua itu untuk membahagiakan ku untuk tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu. Dan ayahku lah yang menggantikannya .
“nah, tidurlah. Besok, Kau harus kuliah kan? Oyasumi, nanami.”ujar ayahku lembut.
Oyasumi, Too-san.
Aku beruntung bisa melanjutkan kuliah di Toudai tanpa mengeluarkan biaya sedikit pun bisa terbilang sama dengan beasiswa. Berkat beasiswa itu, aku bisa sedikit mengurangi beban ayahku.
Ketika di Toudai pun, aku mempertahankan beasiswaku. Aku pun disegani karena kepandaianku. Namun, aku berusaha agar tidak menarik perhatian orang lain. Bisa panjang ceritanya jika mereka mempertanyakan tentang ibuku.
Sepulang kuliah, aku bekerja di restaurant pizza. Aku bertugas mengantarkan pesanan pizza ke pelanggan. Dan hal ini aku sembunyikan dari ayahku. Jika ayahku tau , dia pasti akan melarangku. Sebisa mungkin aku tak meminta sepeser uang darinya. Jika kuingin sesuatu aku bisa memakai uangku sendiri. Tanpa harus menyusahkan beliau. Yeah, hidupku memang sulit, tapi itu sangat indah bagiku.
Siang ini seperti biasa aku mengantarkan pizza hangat ke rumah pelanggan yang ada di jantung kota Tokyo. Kebetulan hari ini kuliahku libur, jadi aku bisa bekerja seharian.
Ku kayuh sepedaku dengan semangat. Aku menggunakan topi sebagai pelindungku dari panasnya matahari. Jaket dan celana panjang melindungi kulit ku dari panasnya matahari.
Sampailah aku di rumah pelanggan yang kutuju. Rumah yang begitu mewah dengan dominasi cat warna biru laut. Pagarnya sangat tinggi, ku tekan bel yang berada di samping pagar tersebut. Pagar itu kemudian terbuka, ternyata seseorang membukannya. Ternyata seorang wanita paruh baya.
Konnichiwa, saya ingin mengantarkan pesanan pizza ini ke keluarga yasukawa.”ujarku ramah. Kemudian, beliau menyuruhku masuk,
Aku menuruti perintahnya dan menunggu di depan rumah. Tanpa menunggu lama, pintu rumah itu terbuka. Dari balik pintu itu keluarlah wanita cantik, aku hanya mematung. Wanita itu memiliki bola mata bertabur warna cokelat tua dan rambut bergelombang dengan warna yang sama. Aku merasa seperti bercermin. Wanita tersebut mirip sekali denganku, hanya warna  bola matanya saja yang berbeda. Mataku sipit dan hitam, seperti ayahku. Selebihnya mirip dengan nyonya Yasukawa itu.
“Ini pizza pesanan anda, Yasukawa-sama,”ujarku dengan suara tercekat.
Wanita itu menatapku tanpa berkedip. Sekujur tubuhku membeku. Siapa wanita itu sebenarnya?
“Nanami…kaukah itu?”Tanya wanita itu pelan.
Kaa-san…”ujarku tanpa sadar.
“Ternyata kau sudah dewasa, Nanami,”ujarnya lirih.
Apa benar dia ibuku? Jika iya pasti mimpi.
“Apa…apakah kau ibuku?”tanyaku dengan mata berkaca-kaca.
Wanita itu tersenyum. “Tanyakan saja pada ayahmu,”jawabnya lembut.
Aku kembali terdiam. Ayahku? Dia kenal ayahku?
“Ternyata dia berhasil merawatmu hingga kau bisa tumbuh menjadi gadis secantik ini. Bagaimana kabarnya sekarang?”
“Enggg…Too-san baik-baik saja. Hanya saja dia sering kelelahan.”Jawabku.
Wanita itu mengusap kepalaku yang tertutup topi.”Ayahmu sudah membesarkanmu dengan baik. Aku titip ayahmu. Jaga dia, karena dia adalah ayah terbaik untukmu.
Aku hanya tersenyum. Kuserahkan pizza pesanannya. Ia membayar lebih, katanya untuk tambahan uang sakuku. Setelah mengucapkan terima kasih, aku bergegas pergi dari rumah itu.
Malam ini, aku harus tau siapa wanita itu sebenarnya.
Aku menunggu kedatangan ayahku di ruang tamu sambil mengerjakan tugas kuliah.
Tadaima.” Ujar ayahku saat memasuki rumah.
Aku menoleh. Aku pun berdiri dan menyambutnya. “Okaeri.”
Dengan sigap aku menyiapkan secangkir ocha panas untuknya. Setelah jadi, aku menyerahkannya kepada ayahku yang sedang duduk di ruang keluarga. Aku duduk di sampingnya.
Arigatou, Nanami.” Ujar ayahku.
Aku hanya tersenyum tipis.
Too-san, aku boleh nanya?” tanyaku ragu-ragu.
“Tanya apa?” Tanya ayahku sambil menatapku bingung.
Too-san kenal dengan nyonya Yasukawa?”tanyaku pelan.
Ayahku langsung tersedak. Ia menatap lurus ke arah mataku. Aku menunduk, menghindari tatapan matanya.
“Kenapa kau bisa bertemu dengannya?”Tanya ayah bingung.
“Jawab dulu pertanyaanku.”jawabku tegas.
“Iya.”jawab ayahku mengalah.
“Dia siapanya, Too-san?”
“Dia itu….emmm…”Ayahku tampak kehabisan kata-kata.
“Apa dia ibuku?”tanyaku pelan.
Ayahku menghela nafas berat.”Iya, Nanami. Kau benar sekali. Kau benar.”
Air mataku menetes tanpa bisa kucegah. “Tapi kenapa ia tidak tinggal bersama kita?”
Wajah ayah tampak sendu.”Ceritanya panjang, Nanami.”
Hari ini aku kembali ke rumah Yasukawa. Tapi aku tidak sendiri. Aku bersama ayahku.
Semalam ayahku menceritakan semuanya padaku. Rasa penasaranku pun lenyap. Namun malam itu ayahku menangis tanpa suara dan aku tidak bisa memejamkan mataku, insomnia.
Mau tau ceritanya? Baiklah, akan kuceritakan kepada kalian semua. Agar kalian mengerti perasaanku malam itu. Agar kalian mengerti penderitaan ayahku, Agar kalian tak mengulang kesalahan yang sama yang pernah dilakukan ayahku. Agar kalian tak merasakan penyesalan tak berujung yang selalu dirasakan ayahku. Agar kalian mengerti, hidup ini tak semudah yang kalian bayangkan.
Dulu ayahku dan wanita itu adalah sepasang kekasih. Mereka saling mencintai. Namun sayangnya, orang tua wanita itu tak merestui hubungan mereka. Wanita itu telah dijodohkan dengan laki-laki lain.
Ayahku frustasi. Ia kehilangan akal sehatnya. Ia mengajak wanita itu lari dan mereka pun melakukan hubungan di luar nikah. Sayangnya, dewi fortuna tak berpihak pada mereka. Wanita itu hamil.
9 bulan kemudian, aku lahir. Wanita itu menyerahkanku yang baru berusia 3 hari pada ayahku dan mengatakan hubungan mereka telah berakhir. Wanita itu tak mau merawatku. Ia lebih memilih untuk menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya.
Ayahku sangat terpukul. Ia membawaku pulang dengan hati terluka. Ternyata penderitaannya bukan hanya sampai situ saja. Orang tua ayahku mencacinya dan mengusirnya dari rumah tanpa memberikan uang sepeser pun. Ayahku telah dibuang oleh orang tuanya.
Ayahku pun mencoba ke rumah kakeknya. Ternyata kakeknya mau menerimanya. Namun, 2 tahun kemudian, kakeknya meninggal. Kakek buyutku itu meninggalkan harta berupa rumah yang kini kami tempati dan sebuah sedan tua yang selalu dipakai ayahku.
Sejak saat itu, ayahku berjuang sendirian untung membesarkanku. Ia tak mau menikah lagi. Ia masih mencintai wanita yang bahkan namanya tak mau kusebut. Setelah tahu cerita lengkapnya, sekejap saja hatiku langsung membenci wanita itu. Wanita yang tega membiarkan ayahku menderita.
Hari ini wanita itulah yang membuka pintu. Matanya membulat saat melihat sosok ayahku.
“Airi.”panggil ayahku lemah.”Gomenasai, Nanami tau semuanya.”
Wanita itu tersenyum pahit.”Tak apa. Ia memang harus mengetahuinya.”
Saat melihat senyum itu, perlahan kebencianku meluntur. Air mataku mengalir. Aku langsung memeluknya.
Kaa-san, aku menyayangimu.”bisikku lirih.
“Aku juga menyayangimu, nanami.”balas wanita itu lembut.
Hari itu juga aku memutuskan. Biarlah takdir yang kejam ini menimpaku. Hidup harus terus berlanjut, apapun yang terjadi. Dan aku berjanji, aku takkan mengulang kesalahan orang tuaku.
OWARI
Too-san = ayah
Oyasumi = selamat tidur
Tokyo Daigaku = Universitas Tokyo
Kaa-san = ibu
Tadaima = aku kembali
Okaeri = selamat kembali
Ocha = teh hijau khas Jepang
Gomenasai = maafkan aku

By Restika Citra Rahmawati
Suatu hari di PPMI Assalaam, Pabelan, Sukoharjo

No comments:

Post a Comment