Vihara Buddhagaya Watugong, Semarang, Jawa-Tengah, merupakan vihara yang pertama berdiri di Indonesia semenjak hancurnya Majapahit dan musnahnya Buddha-Dhamma serta lenyapnya ummat Buddha di Nusantara.
Berawal
dari kedatangan Bhante Naradha Mahathera dari Srilanka di sekitar tahun 1930
Masehi, yang menjadi missionaries Buddhis pertama setelah 500 tahun pasca
Majapahit. Menurut sejarah, vihara Buddhagaya Watugong ini resmi didirikan pada
tahun 1957.
Di lokasi vihara ini ditanam
“Pohon-Boddhi” [ Pohon yang ‘berjasa’ kepada Sang-Buddha Gotama pada saat
mencapai Pencerahan Sempurna ], dan yang menanam tersebut adalah Bhante Naradha
Mahathera.
Dahulu
kala, vihara ini tidaklah sebesar dan semegah yang sekarang ini. Vihara
Buddhagaya yang sekarang ini merupakan hasil kerjasama ummat Buddha, terutama
disokong oleh para dermawan, donator-donatur yang bajik, dengan niat tulus demi
perkembangan Buddha-Dhamma, merenovasi vihara Watugong menjadi sebuah Vihara
yang sangat besar, indah, megah.
Dimulai dari tahun 2001,
perenovasian itu sudah mulai menunjukkan hasil awalnya yang ditandai dengan
diresmikannya Gedung Dhammasala oleh Gubernur Jawa Tengah H. Mardiyanto serta
peletakan batu pertama pembangunan Patung Buddha setinggi 36 m oleh Menteri
Agama Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al Munawar, MA pada 3 November 2002 lalu
Gedung Dhammasala yang
berdiri di atas lokasi Dhammasala yang lama itu terdiri dari dua lantai
setinggi 22 meter dengan ukuran 27 meter kali 27 meter. Lantai I untuk kegiatan
pertemuan dan lantai II yang memiliki tinggi sekitar 15 meter digunakan untuk
upacara keagamaan. Di lantai II terdapat Rupam Sang Buddha dengan posisi duduk
dan ber-mudra ‘memutar roda-dhamma’ yang merupakan duplikasi dari Buddha-rupam
di Candi Mendut.
Meskipun
luasnya sudah jauh lebih besar dari Dhammasala yang dulu, namun tetap saja
masih tersedia banyak lahan kosong mengingat total luas area yang tersedia
sebesar 2,5 hektar. Dana yang digunakan untuk pembangunan Gedung Dhammasala dan
sarana penunjangnya yang dimulai sejak Februari 2001 tersebut mencapai 3 milyar
rupiah yang membengkak dari anggaran awal karena harga barang-barang naik.
Sayangnya, vihara
Buddhagaya Watugong sekarang ini lebih sebagai objek wisata ketimbang tempat
ibadah ummat Buddha. Vihara ini adalah milik “pribadi” Yayasan, dan belum
diserahkan kepada Sangha. Oleh karena itu, tidak ada Bhikkhu yang berdiam di
Vihara Buddhagaya Watugong, kecuali hanya pada saat-saat ada acara-acara
keagamaan, seperti acara puja-Bhakti tertentu, upacara perayaan Katthina,
Magha-Puja, dan Waisaka-Puja.
from : Wisatasemarang
No comments:
Post a Comment